Kamis, 26 April 2018

Anggota KPM PKH Tanpa Status Kependudukan yang Jelas (Part.1)


Trenggalek, 23 April 2017. Kisah ini menceritakan awal perjuangan untuk mendapatkan status kependudukan dan kewarganegaraan anggota keluarga penerima manfaat PKH. Bu Latinah KPM PKH Kohort 2013, sempat mendapatkan Program Kesejahteraan Sosial Anak Kluster Balita Kementerian Sosial di tahun 2011-2012.  Pagi itu kami bersepakat datang ke Dispendukcapil Kabupaten Trenggalek untuk konsultasi permasalahan Adminduk, setelah sehari sebelumnya saya menemui di tempat kerja. Namun saya lupa memberikan nomor kontak, dan sesuai dugaan, kami pun kesulitan untuk saling mengetahui posisi dimana. Bu Latinah cukup cerdas, tahu bahwa saya dan sekretariat PKH berada di Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan Dan perlindungan Anak yang lokasinya tidak terlalu jauh dengan kantor Dispenduk Capil, akhirnya kami bertemu disana.
Sesampai di Dispenduk Capil kamipun bersemangat untuk langsung menemui Pak. Ratna Pejabat Dispenduk dikantornya dan menyampaikan kepada penjaga untuk bertemu, namun ternyata beliau sedang ada rapat di luar sehingga hari itu kami tidak berhasil untuk konsultasi. 
Meskipun kami tidak berhasil bertemu dengan Pak Ratna, namun kesempatan itu saya gunakan untuk melakukan Asesmen mendalam dengan metode historymap kepada Bu latinah dan Pak Hasan yang nota bene adalah warga negara philipina. Saya pun bertanya mulai dari sejarah hidup pak hasan, sisilah keluarga, menikah dengan bu latinah sampai dengan kronologi bisa sampai Kabupaten Trenggalek.
Dari cerita yang cukup panjang yang tentunya tidak bisa kami ceritakan detail disini karena menyangkut kode etik profesi pekerjaan sosial, menyiratkan sebuah perjuangan dalam mempertahankan hubungan cinta dan kasih sayang yang terbina dalam rumah tangga. Mereka berdua bertemu saat bu Latinah menjadi Tenaga kerja di malaysia, dan pak hasan meskipun warga negara philipina memang sejak kecil sudah menetap di Malaysia. Tahun 1995 mereka bertemu dan menikah secara siri di Malaysia, dari buah pernikahan tersebut terlahir dua orang anak yang dilahirkan di negara Malaysia. Di tahun 2002 tragedi kerusuhan dinegri Jiran dengan antara WNI dengan warga malaysia menjadikan eksodus besar-besaran oleh pemerintah malaysia terutama bagi TKI Illegal, termasuk juga keluarga bu Latinah. Pak hasan pada waktu itu tidak ada pilihan selain harus tetap bersama dengan keluarga untuk ikut ke Indonesia meskipun berbagai resiko dia terima, mengingat anak-anaknya saat masih usia 1,5 Tahun. Mereka dipulangkan ke Indonesia melalui pintu Nunukan, ditampung bersama dengan ribuan TKI di camp keimigrasian. Naasnya juga semua barang-barang yang di bagasikan di deck perahu tidak tahu keberadaannya, dikonfirmasi berulang kepada petugas namun tidak ada hasil. Akhirnya mereka pulang ke Trenggalek hanya membawa baju yang melekat dan beberapa dokumen, termasuk sijil kelahiran kedua anak yang dikeluarkan Pemerintah Malaysia. Barang-barang berharga yang dititipkan dalam bagasi kapal termasuk dokumen kewarganegaraan pak hasan ikut lenyap.
Pak hasan selama 16 Tahun hidup di Indonesia tanpa status yang jelas, meskipun pada tahun 2007 ada pendataan kartu keluarga masal dan karena ketidakpahaman prosedur pak hasan berubah menjadi status WNI tertanda tangan Camat Trenggalek. Meskipun statusnya menjadi WNI, ternyata pak hasan tidak bisa mencatatkan akta kelahrian ketiga anaknya. Apalagi semenjak Undang-undang Adminduk Nomor 24 Tahun 2013 berlaku, maka Instansi pelaksanan pencatatan sipil dibawah Dinas kependudukan dan pencatatan sipil, sehingga KK dengan tanda tangan camat dinyatakan tidak berlaku lagi. Untuk melengkapi penerbitan kutipan akta kelahiran, pak hasan tidak bisa melampirkan surat nikah, surat keterangan lahir dari bidan / penolong kelahiran. Surat kelahiran kedua anak yang dilahirakan dari negeri Jiran berupa sijil, dan setelah di telusuri sijil tersebut surat yang dikeluarkan pemerintahan malaysia sebagai dokumen sah akta kelahiran anak dan harusnya itu laporkan kepada kedutaan RI agar nanti bisa diteruskan dengan mendaftarkan kutipan akta kelahiran di Indonesia.
Diakhir sebelum kami meninggalkan ruangan dispendukcapil, tetap saya beri dukungan agar selalu bersabar mengikuti prosedur aturan yang ada. Derai ari mata tak tertahan jatuh dipelupuk mata mereka pada saat menjelaskan kemungkinan terburuk semisal harus melalui proses deportasi dikembalikan kenegara asal. Sembari saya menghubungi pak ratna untuk menjadwalkan bertemu dilain hari.

To be continue...
Pekerja Sosial Supervisor Kab. Trenggalek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar