Kaya dan miskin itu bukan hanya diukur dari banyaknya materi, tapi lebih kepada rasa syukur dan kerendahan hati. Sepertinya kalimat itu sangat pantas disematkan kepada ibu Tumini, ibu suratin dan ibu Mita KPM PKH desa Senden. Mereka memilih mundur dari kepesertaan program keluarga harapan dengan alasan sederhana, merasa bersyukur dengan rizki yang telah diberikan Tuhan dan juga berharap bantuan bisa di berikan kepada orang yang lebih tepat secara ekonomi jauh dibawah mereka. Ditengah pandemi covid 19 yang berdampak melemahnya sebagian besar ekonomi masyarakat, mereka tetap kukuh dengan keyakinannya. Ditengah realita masyarakat yang ribut ingin mendapatkan bantuan, masih kita temukan keluarga keluarga hebat dengan semangat mandiri tidak bergantung pada bantuan pemerintah.
Ibu tumini dengan latar belakang pekerja pecah batu ini mengatakan memilih mundur karna masih banyak yg perlu dibantu, sementara dia dan keluarga masih bisa mencari ekonomi untuk keperluna keluarga. Juga demikianTak jauh beda dengan bu suratin yang kesehariannya membuat reyeng.
"walau bapak cuma petani dan mencari tambahan menjadi jasa tukang pijit, tapi kami merasa sudah cukup berterimakasih dibantu oleh pemerintah selama ini"ujarnya.
Berbeda dengan ibu mita, janda satu anak yang pernah bekerja di luar negeri untuk mencukupi kebutuhannya. Ia memilih mundur karena sudah memiliki sedikit modal untuk berencana memulai usaha.
Potret keluarga keluarga hebat ini patut kita jadikan refleksi bahwa kerendahan hati bisa menjadi awal langkah yang lebih baik, selama Tuhan masih memberikan kekuatan, selama itu pula manusia akan tetap berusha. Siklus hidup akan terus berputar dan disitulah Tuhan ada di tengah tengah kita.
(Gus Syamsul Nur Arifin, Pendamping Sosial PKH Kecamatan Kampak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar