Tampilkan postingan dengan label Graduasi Mandiri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Graduasi Mandiri. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Juli 2020

Graduasi Mandiri di Tengah Pandemi Covid 19


Kaya dan miskin itu bukan hanya diukur dari banyaknya materi, tapi lebih kepada rasa syukur dan kerendahan hati. Sepertinya kalimat itu sangat pantas disematkan kepada ibu Tumini, ibu suratin dan ibu Mita KPM PKH desa Senden. Mereka memilih mundur dari kepesertaan program keluarga harapan dengan alasan sederhana, merasa bersyukur dengan rizki yang telah diberikan Tuhan dan juga berharap bantuan bisa di berikan kepada orang yang lebih tepat secara ekonomi jauh dibawah mereka. Ditengah pandemi covid 19 yang berdampak melemahnya sebagian besar ekonomi masyarakat, mereka tetap kukuh dengan keyakinannya. Ditengah realita masyarakat yang ribut ingin mendapatkan bantuan, masih kita temukan keluarga keluarga hebat dengan semangat mandiri tidak bergantung pada bantuan pemerintah.

Ibu tumini dengan latar belakang pekerja pecah batu ini mengatakan memilih mundur karna masih banyak yg perlu dibantu, sementara dia dan keluarga masih bisa mencari ekonomi untuk keperluna keluarga. Juga demikianTak jauh beda dengan bu suratin yang kesehariannya membuat reyeng.

"walau bapak cuma petani dan mencari tambahan menjadi jasa tukang pijit, tapi kami merasa sudah cukup berterimakasih dibantu oleh pemerintah selama ini"ujarnya.

Berbeda dengan ibu mita, janda satu anak yang pernah bekerja di luar negeri untuk mencukupi kebutuhannya. Ia memilih mundur karena sudah memiliki sedikit modal untuk berencana memulai usaha. 


Potret keluarga keluarga hebat ini patut kita jadikan refleksi bahwa kerendahan hati bisa menjadi awal langkah yang lebih baik, selama Tuhan masih memberikan kekuatan, selama itu pula manusia akan tetap berusha. Siklus hidup akan terus berputar dan disitulah Tuhan ada di tengah tengah kita. 
(Gus Syamsul Nur Arifin, Pendamping Sosial PKH Kecamatan Kampak)

Selasa, 21 Juli 2020

Berkat Ketekunan Kini Omsetnya 200 juta Per bulan


Menggali potensi alam dan memanfaatkannya secara makasimal sangat bisa diandalkan serta mendatangkan keuntungan finansial luar biasa. Hal ini dilakukan oleh Jarni sekeluarga yakni mencari dan mengumpulkan bibit-bibit lebah klanceng dari sekitar rumah. Usaha ini dikerjakan lantaran bermula empat tahun lalu memutuskan Jarni pulang kampung karena usaha di kalimatan sebagai pekerja bangunan mulai sepi.

Tinggal di sebuah kampung tepatnya di Dusun banyon desa Widoro Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek yang letaknya agak jauh dari perkotaan, bahkan ditahun 2009 dusun ini pernah mendapatkan pogram KAT Dari Departemen Sosial (kini: Kementerian Sosial) karena terisolir secara geografis sulit ditempuh jalur darat.



Tak banyak yang bisa dilakukan dikampung ini selain bertani dan berkebun. Hingga pada saat Jarni ikut membantu renovasi kandang sapi warga menemukan lebah klanceng yang bersarang diruas bambu bekas tiang. Bagi warga banyon lebah klanceng tidak terlalu diminati untuk dipelihara. Bermula dari sini kemudian ide itu muncul untuk mengumpulkan bibit lebah klanceng yang ada disekitar rumah dan lingkungan tempat tinggal. Ia mulai mencoba untuk belajar memecah koloni dan mengembangbiakkan secara otodidak. Dari hasil mencoba tak sedikit pula yang gagal misal lebah mati, lebah tidak betah dan meninggalkan sarangnya.

"Saya melihat lebah klanceng ini sebagai potensi alam yang mungkin bisa dikembangkan", tutur jarni. "Lebah klanceng ini dibiarkan hidup liar, meskipun semua meyakini madunya sangat bagus, namun orang-orang tidak tertarik ternak hewan kecil ini", Imbuhnya.

 

Tahun 2017 keluarga ini tercatat sebagai penerima PKH dengan komponen anak usia dini dengan no peserta PKH 350308017060420. Saat itu meneukuni usaha klanceng memang belum ada hasil yang dirasakan, namun ia terus belajar memahami karakter lebah klanceng hingga kini dia bisa mengembangbiakkan lebah sejumlah 700 stup (kotak) lebah klanceng hasil budidaya mandiri. Jika diuangkan stup klanceng senilai Rp 175.000.000 atau seharga Rp 250.000 per stup. Madu yang dihasilkan dari lebah tersebut 14 liter per tiga bulan sekali, saat ini seharga Rp. 800.000 per liternya atau total senilai Rp. 11.200.000.

"hasil panen madu klanceng saya jual hanya melalui teman dan sebatas grup whatsapp itupun sudah habis terjual, bahkan sampai kurang memenuhi permintaan" ceritanya sambil menunjukkan botol madu..

Dalam budidaya lebah klanceng sebanyak itu ia meletakkan stup kotak dengan cara di sebar ke beberapa tempat agar produktifitas madu bisa banyak disesuaikan dengan ketersediaan pakan disekitar tempat tinggal.

Pada bulan februari 2020 keluarga Jarni mengajukan graduasi mandiri dari kepesertaan PKH. Sukses budidaya lebah klanceng tidak hanya berhenti disini, Kini pun ia terus berinovasi mengembangkan usahanya merambah pembibitan kambing. Enam bulan terakhir hasil penjualan kambing sudah mencapai 20 an juta rupiah, saat inipun kandang kambing sebanyak 14 slot terisi penuh. 
 

Ditulis : Agus Syaiful Anwar, S.Sos

Minggu, 26 Januari 2020

KPM dengan Keterbatasan Fisik Berani Mundur dari PKH


Keterbatasan fisik tidak menyurutkan semangat untuk tetap berusaha bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan membuka jasa pengecatan. Ia adalah Wahyu Sudrajat yang beralamat di desa Sambirejo Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Ia menerima PKH sejak 2018 dengan komponen anak SMP, selalu aktiv mengikuti kegiatan pertemuan kelompok setiap bulan yang dilaksanakan oleh Nurmaliah Sa'anin selaku pendamping sosial PKH Kecamatan Trenggalek.
Meskipun usahanya ini terbilang masih kecil namun ia berkeinginan kuat untuk tetap mengajukan graduasi mandiri kepada pendamping sosial PKH.

Di awal tahun ini, ia  mundur dari kepesertaan PKH karena melihat disekitarnya masih banyak masyarakat miskin yang belum menerima bantuan sosial termasuk PKH, ia ingin memberikan kesempatan kepada keluarga miskin yang lain. 

Menurut Anin sapaan akrab pendamping sosial PKH, keluarga ini sebenarnya masih cukup layak menerima bantuan sosial PKH.

"Saya sudah menjelaskan kepada beliau, namun bapak ini tetap ingin mundur, dan kami pun tidak bisa memaksa justru lebih mengapresiasi dan memotivasi", Jelas anin. "Namun begitu kami akan tetap mencoba membantu untuk pengembangan usahanya", lanjutnya.


Keterampilan mengecat mobil Ia tekuni sejak dulu sebelum wahyu cacat akibat kecelakaan pada tahun 2013, dengan peralatan yang sederhana  berupa kompresor,  alat semprot dan beberapa peralatan pengecatan, baginya tidak ada kesulitan dalam melakukan pekerjaan ini meskipun dengan kondisi memakai kruk, hanya saja sesekali butuh bantuan untuk mengangkat beban yang agak berat. 

Pekerjaan ini menjadi sumber mata pencaharian utama dengan penghasilan kira-kira antara satu juta sampai satu juta setengah per bulan. Tergantung seberapa banyak mobil yang dicat, jika sedang banyak garapan ia dibantu oleh rekan untuk pengerjaannya.spv

Rabu, 10 April 2019

BERKAT PELATIHAN DARI DINSOS TRENGGALEK, BU YUN LULUS DARI KEPESERTAAN PKH



Qurrotun A'yuni seorang ibu rumah tangga yang terampil membuat aneka jajanan, beralamat di Desa Karangrejo Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek. Ibu dengan  dua orang anak ini merupakan salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH sejak tahun 2013 dengan No Peserta PKH 350304000200082. Ia salah satu peserta Pelatihan Kube tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek. Pelatihan yang bertempat di Sekretariat PPKH Kecamatan Kampak pada saat itu fokusnya pada pengolahan makanan,  meskipun sebenarnya masih ada potensi KPM yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan lagi.

Pelatihan ini bertujuan agar mereka memiliki keahlian dan secara bertahap bisa berkembang sehingga meningkatkan kesejahteraan ekonomi KPM melalui usaha. Pada saat pelatihan KPM mendapatkan berbagai macam resep cara mengolah kue dan juga uang saku yang kemudian oleh ibu ini dipakai langsung untuk membeli peralatan kue yang dibutuhkan.



Mbak Yun sapaan akrabnya, serius dan tekun mengasah ketrampilan dan mulai fokus jualan kue basah dititipkan disekolah-sekolah terdekat. Bantuan PKH yang rutin dia terima, sebagian kecil untuk membayar kredit alat-alat kue di “mendring” istilah jawanya. Sekarang Mbak Yun sudah bisa melayani pesanan masyarakat setempat untuk berbagai hajatan. Semakin hari semakin banyak yang datang untuk pesan kue. Keuntungan yang didapat sudah bisa dikatakan cukup sebagai sumber pendapatan selain yang diperoleh dari suaminya dengan pekerjaan sopir disebuah layanan jasa kontraktor.

Mendengar istilah Graduasi Mandiri dan Keluarga Tidak Mampu yang disampaikan oleh pendamping social PKH pada waktu Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) membuat hatinya menyadari bahwa masih banyak masyarakat yang belum tersentuh program khususnya PKH. Karena hal ini Mbak Yun KPM PKH asal desa Karangrejo Kecamatan Kampak ini menyatakan mengundurkan diri dari kepesertaan PKH pada tanggal 9 Februari 2019.

Ditulis oleh : NURMAWATI, S.Pd (Korcam PKH Kec. Kampak)

Kamis, 14 Maret 2019

Mbak Sutrisni, Pemilik Toko Kue Online "BUNDA SASA" Ikhlas Graduasi Mandiri




Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) baru saja usai saya laksanakan di rumah ketua kelompok, mbak Khusnul Khotimah dsn Guyang Gajah RT 11 RW 02 desa Kamulan kec. Durenan. Pertemuan  saya isi dengan tiga tema di luar FDS yaitu sosialisasi bantuan PKH, pengenalan lebih jauh tentang BPNT dan Graduasi Mandiri.

Kegiatan berjalan lancar tanpa ada begitu banyak pertanyaan dari peserta. Bisa jadi karena kpm ingin cepat pulang mengingat cuaca mulai mendung dan tidak bersahabat. Sebelumnya, empat hari lalu angin puting beliung disertai hujan deras juga baru menerpa. Sehingga wajah-wajah cemas nampak begitu kentara sekali.

Ketika KPM mulai berpamitan satu persatu, ketua kelompok menggamit saya, "pak ada sms dari anggota...."

Saya segera mendekat, "sms apa mbak?"

Mbak Khusnul nampak serius membaca hp jadulnya, "hem, anu pak... mbak Sutrisni minta digraduasi mandiri."

Agak kaget juga saya mendengarnya, "tadi saya tanya kok nggak ada yang menjawab ya soal siapa yang mau mundur...."

"Mungkin malu, pak." Sahut ketua kelompok sembari tetap menatap layar hp-nya dengan serius.

"Ok, biar saya sowani saja mbak...."

Hari berlalu. Keinginan saya untuk ketemu mbak Sulistri tidak langsung kesampaian karena ada beberapa agenda lain yang harus saya kerjakan dan kebetulan beberapa hari kemudian Trenggalek diterjang banjir. Saya fokus menjadi relawan membantu TAGANA ikut mendirikan dapur umum.

Baru hari senin, tanggal 11 maret 2019 saya mendatangi kediaman ibunya mbak Sutrisni sepulang dari kantor kecamatan. Alamat ibu Robiah RT 08 RW 02 merupakan alamat ibu Sutrisni waktu terdata sebagai KPM PKH. Sedangkan saat beliau meminta graduasi, alamat sudah pindah ke RT 01 RW 01 desa Semarum kec. Durenan walau belum pindah KTP.

Tidak sulit mencari alamat dimaksud, karena berada di daerah pemukiman yang lumayan padat penduduk di belakang pasar Kamulan.

Kedatangan saya disambut dengan senyum cerah oleh mbak Sutrisni, sehingga saya semakin yakin bahwa beliau memang sudah berpikir matang soal keputusannya untuk ikut graduasi mandiri.

Benar saja, tanpa dialog yang panjang kali lebar langsung saja surat bermaterai yang saya sodorkan diisi dengan tenang olehnya. Juga ketika saya meminta pengambilan gambar untuk kesaksian bahwa beliau memang bersungguh-sungguh.

Mbak Sutrisni yang lahir pada tanggal enam juli 1983 tersebut mengisahkan awal mula kenapa dia bisa sampai terdata dalam kepesertaan PKH.

Putri dari delapan bersaudara (satu meninggal karena kanker sumsum tulang belakang) mengisahkan mulai dari lulus sekolah dan bekerja sebagai penunggu wartel yang lagi marak pada saat itu.

Tak berapa lama, tahun 2007 ia memutuskan untuk menikah dengan Zainal Arifin yang berprofesi sebagai karyawan sebuah bengkel dinamo.

Selepas menikah, mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kalimantan. Hingga pada tahun 2008 mbak Sutrisni melahirkan bayi mungil Salsa Fitriatul Jannah.

Kelahiran anak pertama memaksa mereka untuk pulang kampung. Tapi tidak lama kemudian, mas Zaenal suaminya kembali ke Kalimantan.

Saat itu, mbak Sutrisni hidup di rumah orang tuanya yang sederhana (rumah itu kemudian dibongkar dan direhab oleh adik bungsunya yang bekerja di Hongkong beberapa tahun kemudian).

Satu tahun di kalimantan sendirian ternyata membuat mas Zaenal tidak betah dan memilih pulang. Sehingga pada tahun 2009 sampai tahun 2014 keluarga ini hanya hidup pas-pasan karena suami mbak Sutrisni hanya bekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya.

Titik balik terjadi saat keluarga mas Zaenal ada yang sukses dan mampu membangun rumah setelah bekerja di Malaysia. Dengan ijin dari istrinya maka berangkatlah mas Zaenal ke negeri jiran untuk mengadu nasib.

Dan benar saja, tidak lama kemudian ringgit pun mulai mengalir dan mbak Sutrisni membelanjakan uang suaminya untuk membikin pondasi  rumah dan dilanjut dengan pendirian secara permanen.

Tahun 2016, adanya perluasan penerima PKH menjadikan mbak Sutrisni salah satu keluarga penerima manfaat. Disyukuri saja, begitu katanya sambil tersenyum. Dana benar-benar dia gunakan untuk keperluan anaknya bersekolah.

Dan berikutnya, setelah dirasa rumahnya layak huni, mbak Sutrisni memberanikan diri untuk membikin usaha kecil-kecilan agar uang dari suami bisa berputar dan bisa dijadikan usaha kelak jika sudah pulang ke rumah.

Maka dia memberanikan diri untuk berjualan kue ulang tahum online dengan label "bunda Sasa".

Alhamdulillah, pesanan mulai mengalir. Bahkan beberapa kolega yang ikut keluar negeri pun tak lupa memesan kue buatannya untuk di bawa. Tercatat yang terakhir, kue buatannya sampai ke Malaysia.

Selamat nggih mbak.... Usaha sampean dan keinginan untuk keluar dari PKH merupakan contoh yang baik bagi pemberdayaan dan sekaligus peningkatan kemampuan keluarga.

Semoga kedepannya makin laris dan bisa menjadi contoh konkrit memutus mata rantai kemiskinan.

Salam PKH !!! (P2U)

Ditulis Oleh Pendamping sosial Kecamatan Durenan

Contoh Produk KPM Graduasi Mandiri
Kue Ultah