Pertemuan
Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) baru saja usai saya laksanakan di rumah
ketua kelompok, mbak Khusnul Khotimah dsn Guyang Gajah RT 11 RW 02 desa Kamulan
kec. Durenan. Pertemuan saya isi dengan
tiga tema di luar FDS yaitu sosialisasi bantuan PKH, pengenalan lebih jauh
tentang BPNT dan Graduasi Mandiri.
Kegiatan berjalan
lancar tanpa ada begitu banyak pertanyaan dari peserta. Bisa jadi karena kpm
ingin cepat pulang mengingat cuaca mulai mendung dan tidak bersahabat.
Sebelumnya, empat hari lalu angin puting beliung disertai hujan deras juga baru
menerpa. Sehingga wajah-wajah cemas nampak begitu kentara sekali.
Ketika KPM mulai
berpamitan satu persatu, ketua kelompok menggamit saya, "pak ada sms dari
anggota...."
Saya segera
mendekat, "sms apa mbak?"
Mbak Khusnul nampak
serius membaca hp jadulnya, "hem, anu pak... mbak Sutrisni minta
digraduasi mandiri."
Agak kaget juga
saya mendengarnya, "tadi saya tanya kok nggak ada yang menjawab ya soal
siapa yang mau mundur...."
"Mungkin malu,
pak." Sahut ketua kelompok sembari tetap menatap layar hp-nya dengan
serius.
"Ok, biar saya
sowani saja mbak...."
Hari berlalu.
Keinginan saya untuk ketemu mbak Sulistri tidak langsung kesampaian karena ada
beberapa agenda lain yang harus saya kerjakan dan kebetulan beberapa hari
kemudian Trenggalek diterjang banjir. Saya fokus menjadi relawan membantu
TAGANA ikut mendirikan dapur umum.
Baru hari senin,
tanggal 11 maret 2019 saya mendatangi kediaman ibunya mbak Sutrisni sepulang
dari kantor kecamatan. Alamat ibu Robiah RT 08 RW 02 merupakan alamat ibu
Sutrisni waktu terdata sebagai KPM PKH. Sedangkan saat beliau meminta graduasi,
alamat sudah pindah ke RT 01 RW 01 desa Semarum kec. Durenan walau belum pindah
KTP.
Tidak sulit mencari
alamat dimaksud, karena berada di daerah pemukiman yang lumayan padat penduduk
di belakang pasar Kamulan.
Kedatangan saya
disambut dengan senyum cerah oleh mbak Sutrisni, sehingga saya semakin yakin
bahwa beliau memang sudah berpikir matang soal keputusannya untuk ikut graduasi
mandiri.
Benar saja, tanpa
dialog yang panjang kali lebar langsung saja surat bermaterai yang saya
sodorkan diisi dengan tenang olehnya. Juga ketika saya meminta pengambilan
gambar untuk kesaksian bahwa beliau memang bersungguh-sungguh.
Mbak Sutrisni yang
lahir pada tanggal enam juli 1983 tersebut mengisahkan awal mula kenapa dia
bisa sampai terdata dalam kepesertaan PKH.
Putri dari delapan
bersaudara (satu meninggal karena kanker sumsum tulang belakang) mengisahkan
mulai dari lulus sekolah dan bekerja sebagai penunggu wartel yang lagi marak
pada saat itu.
Tak berapa lama,
tahun 2007 ia memutuskan untuk menikah dengan Zainal Arifin yang berprofesi
sebagai karyawan sebuah bengkel dinamo.
Selepas menikah,
mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kalimantan. Hingga pada tahun 2008 mbak
Sutrisni melahirkan bayi mungil Salsa Fitriatul Jannah.
Kelahiran anak
pertama memaksa mereka untuk pulang kampung. Tapi tidak lama kemudian, mas
Zaenal suaminya kembali ke Kalimantan.
Saat itu, mbak
Sutrisni hidup di rumah orang tuanya yang sederhana (rumah itu kemudian
dibongkar dan direhab oleh adik bungsunya yang bekerja di Hongkong beberapa
tahun kemudian).
Satu tahun di
kalimantan sendirian ternyata membuat mas Zaenal tidak betah dan memilih
pulang. Sehingga pada tahun 2009 sampai tahun 2014 keluarga ini hanya hidup
pas-pasan karena suami mbak Sutrisni hanya bekerja serabutan untuk menghidupi
keluarganya.
Titik balik terjadi
saat keluarga mas Zaenal ada yang sukses dan mampu membangun rumah setelah
bekerja di Malaysia. Dengan ijin dari istrinya maka berangkatlah mas Zaenal ke
negeri jiran untuk mengadu nasib.
Dan benar saja,
tidak lama kemudian ringgit pun mulai mengalir dan mbak Sutrisni membelanjakan
uang suaminya untuk membikin pondasi
rumah dan dilanjut dengan pendirian secara permanen.
Tahun 2016, adanya
perluasan penerima PKH menjadikan mbak Sutrisni salah satu keluarga penerima
manfaat. Disyukuri saja, begitu katanya sambil tersenyum. Dana benar-benar dia
gunakan untuk keperluan anaknya bersekolah.
Dan berikutnya,
setelah dirasa rumahnya layak huni, mbak Sutrisni memberanikan diri untuk
membikin usaha kecil-kecilan agar uang dari suami bisa berputar dan bisa
dijadikan usaha kelak jika sudah pulang ke rumah.
Maka dia
memberanikan diri untuk berjualan kue ulang tahum online dengan label
"bunda Sasa".
Alhamdulillah,
pesanan mulai mengalir. Bahkan beberapa kolega yang ikut keluar negeri pun tak
lupa memesan kue buatannya untuk di bawa. Tercatat yang terakhir, kue buatannya
sampai ke Malaysia.
Selamat nggih
mbak.... Usaha sampean dan keinginan untuk keluar dari PKH merupakan contoh
yang baik bagi pemberdayaan dan sekaligus peningkatan kemampuan keluarga.
Semoga kedepannya
makin laris dan bisa menjadi contoh konkrit memutus mata rantai kemiskinan.
Salam PKH !!! (P2U)
Ditulis Oleh Pendamping sosial Kecamatan Durenan
Contoh Produk KPM Graduasi Mandiri
 |
Kue Ultah |